Rabu, 27 April 2011


Rabu, 23 Maret 2011, 07:52 WIB


Rasulullah pernah berkata kepada al-Mundzir, kepala kabilah Abdul Qais, "Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah, yaitu sifat penyabar dan tidak suka tergesa-gesa." Lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah aku berusaha berperilaku seperti itu, atau Allah menjadikanku berwatak dengan keduanya?" Nabi SAW menjawab, "Allahlah yang menjadikanmu berwatak dengan keduanya." Al-Mundzir pun berucap, "Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikanku berwatak dengan dua tabiat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya." (HR Abu Dawud).

Sikap penyabar, lembut, kalem, dan tenang tak hanya dimiliki dan diserukan oleh Rasulullah, tapi juga dianjurkan oleh nabi-nabi yang lain. Mengapa begitu, karena kesabaran seorang penyabar-kata Ahmad ar-Rasyid dalam bukunya al-'Awa'iq-adalah benteng yang akan melindunginya dari fitnah, sifat pemarah, dan egois, sehingga ia mampu berlaku adil dalam berbagai keputusannya. Sedangkan sifat "tidak ceroboh" akan memberikan kesempatan untuk menganalisis dan menimbang-nimbang, sehingga tidak ada lagi keraguan.

Sementara itu, sifat ceroboh dan tergesa-gesa menjadikan seseorang tidak cermat dalam menyelesaikan persoalannya, karena ada nafsu yang ikut bermain di dalamnya. Orang yang tergopoh-gopoh sering bertindak keliru dalam hidupnya yang akhirnya membuahkan penyesalan. Kecerobohan juga sering menjadi penyebab dari hilangnya keteguhan dan komitmen seseorang. Orang yang tergesa-gesa akan mudah patah semangat manakala dibenturkan oleh perkara yang sepele sekalipun.

Sebaliknya, orang yang lembut, kalem, dan tenang mempunyai konsentrasi yang tinggi untuk menata dirinya agar lebih baik. Ia kelihatannya berada dalam kebisuan, tapi pikirannya bergerak dinamis. Ia bertindak bukan dengan nafsu dan amarahnya, tapi bergerak dengan pikirannya.

Nabi meraih simpati yang besar dari umat manusia, karena Allah SWT telah melembutkan hatinya sebagaimana firman-Nya: "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu .…" (Ali Imran [3] : 159).

Kalau teori manajemen modern merekomendasikan bahwa sebuah manajemen yang baik harus mengandung unsur POAC (planning, organizing, actuating, dan controlling), maka seorang yang kalem, lembut, dan tidak tergopoh-gopoh akan memiliki kesempatan yang full untuk melakukan controlling. Hal ini senapas dengan sabda Nabi: "Perlahan-lahan dari Allah dan tergesa-gesa dari setan." (HR Baihaqi).

Sifat kalem, tenang, dan perlahan-lahan tentu tidak identik dengan kelambanan sehingga melewati deadline, namun ia bergerak secara tertata. Demikian pula sifat tergesa-gesa; ia harus dibedakan dengan sikap positif dan penuh percaya diri, yang kadang ditampilkan dan dikesankan dengan bertindak tergesa-gesa dan terburu-buru. Seorang Mukmin yang sejati, yang mempunyai tsiqah (kepercayaan) yang tinggi pada Allah juga kerap kali bertindak dinamis. Tentu saja naif untuk menyebut mereka bertindak ceroboh. Wallahu a'lam bish-shawab.
Red: Siwi Tri Puji B

Minggu, 24 April 2011

Cari bekal dunia tapi jangan melupakan bekal akhirat


Cari bekal dunia tapi jangan melupakan bekal akhirat
Ketahuilah bahwa cinta dunia merupakan pangkal setiap kesalahan. Namun, dunia juga merupakan ladang akhirat. Jadi dunia itu pada satu sisi menawarkan kebaikan, dan di sisi yang lain racun yang mematikan. Perumpamaannya adalah seperti seekor ular yang diambil oleh ahli obat, lalu ia keluarkan obat itu dari racunnya. Di bagian lain orang bodoh menangkap ular, akibatnya ia tergigit dan mati.
Ya, makanya bisa dikatakan bahwa harta itu termasuk kebaikan tengah-tengah, karena pada satu sisi ia bermanfaat, namun pada sisi lainnya menimbulkan bahaya. Karena itu, semestinyalah kita harta keduniaan itu secukupnya alias jangan melupakan bekal akhirat sedikitpun. Oleh karena itulah di saat kita disibukkan oleh jungkir baliknya mengejar harta/kesenangan di dunia kita tidak boleh melupakan adanya kematian sebagai pintu menuju alam akhirat yang sewaktu waktu akan menyapa kita.
Sebagaimana kita ketajui bahwa perjalanan manusia telah dimulai sejak Nabi Adam AS, pada tahun yang belum diketahui hitungan pastinya.
Manusia pun melihat anak-anak Adam dari generasi ke generasi telah menyelesaikan perjalanannya ke akhirat melalui dunia ini.
Ada yang membutuhkan waktu 100 tahun, 500 tahun, 1.000 tahun, dan kini rata-rata hanya 60-an tahun. Betapa singkatnya waktu tempuh yang dibutuhkan manusia di dunia ini untuk sampai ke akhirat. Bahkan jika diukur dengan hari-hari di akhirat, dimana sehari di sana sama dengan seribu hari di sini, berarti tidak ada satu pun umur manusia di bumi ini yang melebihi sehari di akhirat.
Nabi Muhammad SAW bersabda, bahwa perjalanan di dunia ini ibarat orang menyeberang jalan saja. Sungguh sangat sebentar. Tapi, justru yang sebentar ini banyak membuat orang lupa. Ia mengira dunia ini tempat tujuannya. Padahal dunia adalah mazra’atul akhirah (tempat menanam untuk akhirat). Di sinilah manusia menanam, tapi di akhiratlah ia akan memanen.
Tak satu pun manusia akan lepas dari kematian, karena kematian adalah salah satu ‘terminal’ di tengah perjalanan yang harus dilewati manusia, bahkan menjadi tempat berhenti sejenak. Bagaikan orang bernaung di bawah rindangnya pohon di tengah perjalanan untuk melepas lelah, lalu melanjutkan perjalanannya kembali sampai ke tujuannya, yakni ’ibu kandungnya’. Sebagaimana dituturkan dalam Alquran, ”Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas,” (QS Al Qaari’ah: 8-11).
Setiap perjalanan pasti membutuhkan perbekalan. Apalagi perjalanan yang sangat jauh, tentunya bekalnya pun harus cukup supaya selamat sampai tujuan. Bedanya, perjalanan ke akhirat bekalnya tidak berbentuk materi, melainkan amal perbuatan. Setiap orang mempunyai catatan amalnya masing-masing yang dibukukan dalam sebuah kitab. Allah SWT berfirman, ”Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya,” (QS Al Mukminuun: 62).
Bagi orang-orang yang timbangan kebaikannya ringan, artinya perbuatan dosanya lebih besar, maka tempat kembalinya adalah hawiyah. Sedangkan orang-orang yang timbangan kebaikannya berat, ”Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan,” (QS Al Qaari’ah: 7).
Siapakah mereka itu? Bagi seorang muslim, dunia bukanlah tujuan. Dunia adalah ibu tiri. Dunia bukanlah ibu yang melahirkannya. Seluruh muslim adalah anak-anak akhirat.
Akhirat adalah ”ibu kandung” seluruh umat Islam. Akhirat adalah ”ibu” yang sebenarnya. Tempat mencurahkan cinta dan harapan. Di sanalah manusia menuju dan tempat berakhir. Di sanalah peluk cium yang didambakan selama ini. Dunia adalah tempat muslim ditempa, dididik, dan diuji. Siapa yang lulus dalam ujian itu, merekalah yang berhak diterima di pangkuan ”ibu” di surga. Tapi, siapa pun mereka yang gagal, tempatnya adalah di hawiyah, yakni api neraka yang bergejolak. 
Oleh karena itulah, adalah suatu pilihan yang bijak jika kita tetap selalu ingat betapa pentingnya mempersiapkan  bekal akhirat di tengah tengah kita disibukkan mengejar dan mencari bekal dunia.
Semoga bermanfaat.


Selasa, 19 April 2011

PETUAH BIJAK

Wahai hamba Allah, janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya, karena barangkali dosa orang itu diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman atas dirimu karena dosa kecil yang telah engkau lakukan, karena barangkali engkau akan diazab karenanya. Oleh sebab itu, siapa saja diantara kalian yang mengetahui aib orang lain, hendaklah dia menahan diri dari mencelanya, karena dia mengetahui aib dirinya sendiri. Dan hendaklah dia menyibukkan diri dengan bersyukur atas kesehatan yang dikaruniakan-Nya kepada dirinya sementara orang lain diuji dengannya (penyakit).
( Ali bin Abi Thalib RA )

BERSEDEKAHLAH SEKARANG JUGA


Bersedekahlah Sekarang Juga
 
Oleh : A.N.Zainuddin

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh" (QS: Al Munafiqun; 10 )

''Jika mati seorang anak Adam maka putuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.'' (HR Muslim)

Dari hadis di atas, banyak hikmah yang bisa dipetik tentang bekal untuk mati dan agar pahala kita terus mengalir meskipun telah meninggal dunia. Satu di antaranya adalah sedekah atau amal jariyah dalam arti luas.

Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya pahala orang Mukmin yang menyusul amalnya setelah dia meninggal dunia adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak-anak saleh yang dia tinggalkan, atau mushaf (Alquran) yang dia wariskan, atau masjid yang dia bangun, atau rumah yang dia bangun untuk para ibnu sabil, atau kali yang dia alirkan untuk kepentingan umum, atau sedekah yang dia keluarkan dari hartanya pada waktu sehat dalam hidupnya, akan menyusul amalnya sesudah matinya.'' (HR Ibnu Majah)
Firman Allah swt pada surat Al Munafiqun ayat 10 diatas adalah sangat jelas atau tak terbantahkan bahwa kita diperintahkan dan diingatkan untuk membelanjakan harta yang kita punya dijalan Allah atau artinya bersedekah sebelum kematian itu datang  menjemput kita. Namun disisi yang lain sebagai sifat manusia yang selalu punya sifat berkeluh kesah, maka ada sebagian manusia yang membantah dengan mencoba menawar perintah Allah swt tersebut dengan memohon agar kematiannya ditunda dan berjanji akan bersedekah dan menjadi orang yang shalih.
Oleh karena itu tiada yang lebih mulia apa yang bisa kita lakukan adalah dengan segera bersedekah alias jangan menunda nunda untuk bersedekah. Namun demikian Allah swt juga mengingatkan diri kita agar ketika kita bersedekah juga dianjurkan dan diperintahkan untuk bersedekah dengan hal atau barang yang terbaik yang kita punya agar kita masuk ke dalam golongan orang orang yang beruntung, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah swt di Qur’an Surat At Taghobun ayat 16.




“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. ( QS At Taghobun: 16 )

Demikian juga merujuk pesan Rasul tersebut diatas, banyak hal yang bisa disedekahkan. Seperti, mewariskan mushaf Alquran, membangun masjid, lembaga pendidikan Islam, Pesantren, membangun rumah yatim piatu/tempat singgah untuk ibnu sabil, membangun fasilitas umum yang diperlukan, dan sedekah berupa harta yang dikeluarkan pada waktu sehat.

Di sini ada yang sangat perlu kita garis bawahi, yakni pentingnya mengeluarkan sedekah pada waktu sehat. Banyak orang yang berniat sedekah, tapi menunda hingga umur beranjak tua. Ada juga yang berniat sedekah, namun jika sudah mendekati ajalnya. Bahkan, ada yang berniat sedekah kalau dia sudah mati.

Hadis Rasulullah SAW berikut ini patut kita renungkan, ''Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, 'Ya Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?' Beliau bersabda, 'Bahwa engkau bersedekah ketika engkau masih sehat dan segar bugar, ketika masih memiliki kekayaan dan sangat khawatir terhadap kemiskinan, dan jangan ditunggu-tunggu hingga napasmu sampai ke tenggorokan. Ketika itu engkau akan berkata, 'Untuk si fulan sekian ... untuk si fulan sekian. Padahal, harta tersebut sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).'' (HR Bukhari, dari Abu Hurairah ra)

Jadi, alangkah kelirunya orang yang baru berniat sedekah, tapi terus menunda-nunda pelaksanaannya. Betapa pun melimpah harta tersebut, rumah, mobil, saham, deposito, tanah, uang, dan sebagainya yang bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah, namun semua itu bukanlah miliknya lagi jika sudah meninggal. Semua itu adalah milik istri/suami dan anak-anaknya, milik ahli warisnya. Setelah harta itu dibagi sesuai dengan hukum waris, terserah hendak diapakan harta tersebut.
Jadi kesimpulannya, jangan pernah menunda menunda untuk bersedekah atau dengan kata lain
Bersedekahlah Sekarang Juga.
Semoga Allah membimbing kita semua agar menjadi orang-orang yang gemar bersedekah dan selalu menyegerakan sedekah. Amin amin Yaa Robbal Aalamin.

Senin, 18 April 2011

Bersyukur dan Bersedekah atas Karunia dan Nikmat


Bersyukur dan Bersedekah atas Karunia dan Nikmat
A.N.Zainuddin

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumatkan, “ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS: Ibrahim: 7)
“ Dan segala yang kamu nafkahkan, tentu akan digantikan oleh Allah SWT. (QS. Al Hasyr: 39)
“ Harta itu tidak akan berkurang karena disedekahkan maka bersedekahlah kalian.  Setiap kali hamba memafkan kezhaliman orang lain karena mengharap keridhaan Allah, pasti Allah kan mengangkat derajatnya. ( HR Ahmad )
Salah satu sifat dan perilaku terpuji yang seyogyanya dimiliki oleh orang beriman adalah mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada kita, baik nikmat berupa fisik kebendaan (material) maupun nikmat yang bersifat mental spiritual (ruhaniah).
Nikmat iman dan nikmat ukhuwah (persaudaraan atau persahabatan) adalah contoh-contoh kenikmatan ruhaniah.  Sedangkan nikmat sehat, nikmat umur dan harta benda yang melimpah adalah beberapa diantara contoh-contoh nikmat material.  Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada Surat Ibrahim ayat 7 diatas. 
Sepintas memang pekerjaan bersyukur  tampaknya hanyalah perbuatan yang mudah  untuk kita lakukan.  Namun pada dasarnya bersyukur juga memiliki konsekwensi karena bersyukur adalah berbuat.  Jika kita mensyukuri umur kita maka kita mesti menggunakannya untuk beribadah kepada Allah.  Dan jika kita mensyukuri harta harta kita maka tentu kita akan menggunakannya untuk bersedekah.  Nah di sinilah kita akan mendapatkan ujian tentang rasa syukur.
Padahal tahukah kita , bahwa sedekah takkan mengurangkan harta kita sedikitpun, karena Allah pasti akan menggantinya dengan berlipat ganda.  Rasulullah SAW bersabda: Harta tidak berkurang karena bersedekah (HR Muslim).
Hadits ini merupakan jaminan keamanan dari kefakiran  kita oleh Allah SWT.  Kita telah mendapatkan jaminan takkan menjadi miskin karena bersedekah.
Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah menceritakan, Tidaklah seorang hamba berada di pagi hari kecuali dua malaikat turun kepadanya, yang salah satunya berkata: Ya Allah, berilah orang yang berinfak gantinya.  Dan yang kain berkata: Ya Allah, berilah orang yang kikir kerusakan, “ (HR Bukhari-Muslim)
Kedua hadits ini mengindikasikan, bahwa justru dengan bersedekah, harta seseorang akan semakin bertambah, barokahnya maupun jumlah harta itu sendiri .  Sebagaimana firman Allah: Dan segala yang kamu nafkahkan, tentu akan digantikan oleh Allah SWT. (QS Al-Hasyr; 39)
Karenanya kita tidak perlu khawatir bahwa rasa syukur kita dan sedekah kita akan mendatangkan kesulitan bagi hidup kita.  Kita juga tidak perlu khawatir bahwa syukur dan sedekah akan mengurangi kenikmatan kita. Karenanya kita harus selalu mensyukuri segala nikmat dari Allah dengan segenap daya untuk semakin mengaplikasikan ketakwaan yang sesungguhnya.
Bersyukur atas nikmat adalah bukti bagi lurusnya keimanaan dalam jiwa manusia.  Dan orang yang bersyukur  kepada Allah akan selalu merasakan muroqobatullah (kebersamaan Allah) dalam mendayagunakan kenikmatan-Nya dengan tidak disertai pengingkaran, perasaan menang dan unggul atas makhluk lainnya dan penyalahgunaan nikmat.
Mensyukuri nikmat dengan mengungkapkan rasa kesyukuran kepada Allah dapat kita laksanakan dengan tiga hal: pertama adalah mengakui di dalam bathin.  Sedangkan yang kedua adalah mengucapkannya dengan lisan dan ketiga adalah menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak pemberi nikmat.  Dan ketiga-tiganya ini harus dilaksanakan dengan sepenuhnya, kita tidak dapat bersyukur dengan sebenarnya jika hanya ucapan yang membuktikan itu.
Jika mengaku bersyukur atas kelebihan harta namun tidak pernah bersedekah, maka tentu syukur yang kita ucapkan adalah kebohongan belaka. Apalagi kalau kita masih selalu menggerutu, namun mengaku penuh syukur. Maka sungguh hal tersebut hanyalah isapan jempol semata.
Yakinlah, tentu Allah dan Rasulullah tidak akan memperintahkan kepada kita untuk selalu bersyukur, jika tidak ada manfaatnya.  Ya, mensyukuri nikmat ternyata banyak sekali manfaat yang bisa diambil oleh orang-orang beriman.
Beberapa di antara manfaat syukur adalah mensucikanan jiwa.  Dengan bersedekah kita mensucikan harta.  Sedekah wajib berupa zakat dan sedekah sunnah di setiap saat.  Harta dan kekayaan material kita menjadi tersucikan oleh sedekah.  Dan kehidupan kita tersucikan oleh rasa syukur yang kita ucapkan dengan lisan dan dilaksanakan dengan perbuatan-perbuatan baik.
Syukur juga mendorong jiwa untuk beramal sholeh dan mendayagunakan kenikmatan secara baik melalui hal-hal yang dapat menumbuhkankembangkan kenikmatan.  Kenikmatan yang disyukuri, adalah akan lebih berarti dibandingkan kenikmatan-kenikmatan yang disia-siakan.
Syukur juga menjadikan orang lain ridho dan senang kepada kita.  Syukur menentramkan jiwa kita, karena rasa syukur yang telah kita ungkapkan dalam perbuatan dalam bentuk bersedekah tentu menjadikan orang lain senang dan akan membantu dan menolong kita di waktu-waktu lainnya.
Oleh karena itu rasa syukur yang diungkapkan dengan bersedekah juga  dengan dapat memperbaiki dan melancarkan berbagai bentuk interaksi dalam sosial masyarakat, sehingga harta dan kekayaan yang kita miliki dapat terlindungi dengan aman.  Hal ini juga sebagaimana ungkapan dalam pepatah cina yang berbunyi:”lindungilah rumahmu dengan mangkok, bukan dengan tembok”. Artinya, kalau kita ingin hidup dengan aman di tengah masyarakat, maka banyaklah berbuat baik/sering memberi (bersedekah) kepada sesama, bukan dengan menyewa body guard atau membuat tembok yang setinggi-tingginya di sekeliling rumah kita.
Ya. dunia ini indah dengan adanya perbedaan. Salah satu diantaranya, ada yang (merasa) kaya, ada juga yang (merasa) miskin. Jika dia seorang muslim yang (merasa) kaya, tentu sangat paham dan tak melupakan dengan yang namanya sedekah. Membantu orang-orang yang membutuhkan dengan menyisihkan sebagian hartanya, baik secara langsung maupun melalui sebuah lembaga zakat yang kini sudah marak ada diberbagai daerah. Kekuatan berzakat dan bersedekah ini, menjadi salah satu jalan bagi pengentasan kemiskinan di negeri ini. Memang, semua ini tergantung keyakinan, keikhlasan dan persangkaan kita kepadaNya.
Karenanya, yakinlah, sedekah itu nikmat. Kita akan merasakan kebahagiaan ketika bisa berbagi. Setelahnya, yakinlah bahwa Allah SWT akan memberikan rizki yang lebih besar dari apa yang pernah kita sedekahkan itu. Tidakkah kita tertarik?
Wallahu A'lam bi ash-Shawab.